Pembukaan: Kenapa Logika Penting (Spoiler: Hidup Anda Bergantung Padanya)
Bayangkan Anda di persidangan, dituduh mencuri.
Jaksa: “Terdakwa tidak punya alibi solid. Orang yang tidak punya alibi solid biasanya bersalah. Jadi terdakwa bersalah!”
Kedengarannya meyakinkan? Tapi itu logika yang cacat.
Kenapa? Karena “biasanya” bukan “pasti”. Banyak orang innocent juga tidak punya alibi solid (lagi tidur sendirian, dll).
Inilah yang Copi ajarkan: Bedakan argumen yang terdengar meyakinkan dengan argumen yang benar-benar valid.
Kuis Pengenalan Ilmu Logika
Silahkan kerjakan kuis berikut ini sebelum melanjutkan.
Bagian I: Apa Itu Logika? (Bukan Cuma Buat Orang Pintar)
Definisi Paling Sederhana:
Logika = Ilmu tentang argumen yang baik
Bukan tentang apakah kesimpulan Anda benar, tapi apakah cara Anda sampai ke kesimpulan itu masuk akal.
Analogi brilliant:
Logika seperti aturan main catur. Anda bisa menang atau kalah, tapi harus pakai aturan yang benar. Kalau kuda Anda gerak diagonal, itu bukan catur – itu ngasal.
Tiga Komponen Argumen:
- Premis (Premise) – Pernyataan awal / asumsi
- Proses reasoning – Cara Anda berfikir
- Kesimpulan (Conclusion) – Hasil akhir
Contoh sederhana:
- Premis 1: Semua manusia akan mati
- Premis 2: Socrates adalah manusia
- Kesimpulan: Socrates akan mati
Ini argumen VALID – kalau premisnya benar, kesimpulannya pasti benar.
Sekarang bandingkan:
- Premis 1: Semua kucing punya ekor
- Premis 2: Hewan ini punya ekor
- Kesimpulan: Hewan ini kucing
Ini argumen INVALID – bisa jadi anjing, tikus, atau komodo!
Bagian II: Deductive vs Inductive Reasoning
1. DEDUCTIVE REASONING – Dari Umum ke Khusus
Karakteristik:
- Kalau premis benar → kesimpulan PASTI benar
- Kesimpulan tidak tambah informasi baru di luar premis
Contoh klasik:
- Premis 1: Semua politisi berbohong
- Premis 2: Budi adalah politisi
- Kesimpulan: Budi berbohong
Validitas: ✅ VALID (strukturnya benar)
Soundness: ❌ UNSOUND (premis 1 salah – tidak semua politisi berbohong)
PENTING: Argumen bisa valid tapi unsound!
Contoh lebih absurd:
- Premis 1: Semua unicorn bisa terbang
- Premis 2: Sparkle adalah unicorn
- Kesimpulan: Sparkle bisa terbang
Valid? ✅ Ya! (Logikanya benar)
Sound? ❌ Tidak! (Unicorn tidak ada)
Pelajaran:
Logika tidak peduli apakah premis Anda faktual. Logika cuma cek: kalau premis benar, apakah kesimpulan harus benar?
2. INDUCTIVE REASONING – Dari Khusus ke Umum
Karakteristik:
- Premis support kesimpulan, tapi tidak guarantee
- Kesimpulan punya info baru di luar premis
- Tidak bisa 100% certain
Contoh:
Observasi: Matahari terbit dari timur kemarin, 100 tahun lalu, 1000 tahun lalu Kesimpulan: Matahari akan terbit dari timur besok
Apakah ini pasti? Tidak! (Meski super probable)
Contoh yang lebih tricky:
- Observasi: 100 angsa yang saya lihat semuanya putih
- Kesimpulan: Semua angsa putih
Apakah valid? Tidak! (Ada angsa hitam di Australia)
Ini disebut “Problem of Induction” – philosopher David Hume sudah pusing mikirin ini berabad-abad lalu.
Kapan pakai yang mana?
Deductive: Matematika, hukum, programming
- “Kalau X maka Y. X terjadi. Berarti Y.”
Inductive: Sains, kehidupan sehari-hari, prediksi
- “X terjadi berkali-kali. Mungkin X akan terus terjadi.”
Bagian III: Fallacies – Kesalahan Logika yang Sering Banget Terjadi
Ini bagian paling fun dan paling applicable. Copi katalogkan puluhan fallacies. Berikut yang paling sering:
FALLACY #1: Ad Hominem – Serang Orangnya, Bukan Argumennya
Contoh:
- Person A: “Kita harus kurangi emisi karbon untuk cegah climate change.”
- Person B: “Loh ngomong apa kamu? Kamu kan kemarin naik pesawat liburan ke Bali! Hypocrite!”
Kenapa ini fallacy?
Karena hipokrisi Person A tidak bikin argumennya salah. Emisi karbon tetap masalah, terlepas dari siapa yang ngomong.
Varian ad hominem:
Tu Quoque (You Too): “Kamu juga begitu kok!”
- “Jangan merokok, bahaya!”
- “Kamu sendiri juga merokok!”
- (Tapi faktanya rokok tetap bahaya)
Poisoning the Well: Diskreditkan lawan sebelum mereka ngomong
- “Jangan dengarkan dia, dia kan komunis/liberal/konservatif/[label apapun]”
FALLACY #2: Straw Man – Distorsi Argumen Lawan
Cara kerja:
- Lawan bilang A
- Anda oversimplify atau distorsi jadi B
- Anda serang B
- Claim menang
Contoh real:
- Person A: “Mungkin kita perlu regulasi lebih ketat untuk senjata api.”
- Person B: “Oh jadi kamu mau pemerintah rampas semua senjata warga dan bikin kita defenseless? Kamu mau bikin kita jadi diktator?”
- Reality: A tidak bilang “rampas semua senjata”, tapi B serang versi extreme yang lebih mudah diserang.
Analogi keren:
Bayangkan Anda debat tinju. Lawan Anda adalah Mike Tyson. Susah banget kan?
Straw man = Anda buat boneka jerami, sebut itu “Mike Tyson”, terus Anda hajar boneka itu. Lalu claim “Gue menang lawan Mike Tyson!”
FALLACY #3: False Dilemma (Black-or-White Thinking)
Pola: “Kalau bukan A, berarti B!” (padahal ada opsi C, D, E…)
Contoh klasik:
“Either you’re with us, or you’re with the terrorists!”
- (Padahal bisa neutral, atau setuju sebagian, atau…)
Contoh sehari-hari:
“Kalau kamu tidak setuju dengan kebijakan ini, berarti kamu tidak cinta negara!”
- (Padahal bisa cinta negara tapi kritis terhadap kebijakan tertentu)
Marketing suka pakai:
“Beli asuransi ini atau mau keluarga Anda menderita kalau Anda meninggal?”
- (Padahal ada banyak jenis asuransi, atau cara saving lain)
FALLACY #4: Appeal to Authority (Argumentum ad Verecundiam)
Pola: “X bilang begitu, dan X adalah [orang terkenal/ahli], jadi pasti benar!”
Kapan ini BUKAN fallacy:
Kalau ahli itu kredibel dalam bidangnya:
- “Einstein bilang E=mc², jadi…” ✅ OK (dia ahli fisika)
Kapan ini FALLACY:
Kalau ahli itu di luar bidangnya:
- “Einstein bilang cara parenting yang baik adalah…” ❌ FALLACY (dia fisikawan, bukan ahli parenting)
Contoh konyol real:
“Dokter di iklan rokok bilang Lucky Strike aman untuk kesehatan!” (1950s)
- Ternyata dokternya dibayar perusahaan rokok
Red flag tambahan:
“9 dari 10 dokter gigi rekomendasikan!”
- Pertanyaan kritis: Berapa dokter yang ditanya? 10? Apakah mereka independent?
FALLACY #5: Appeal to Emotion
Variasi banyak:
Appeal to Fear (Scare Tactics): “Kalau tidak beli produk ini, anak Anda bisa mati!”
Appeal to Pity (Ad Misericordiam): “Pak hakim, saya memang mencuri, tapi kasihan keluarga saya kalau saya dipenjara…”
- (Kesulitan hidup tidak justify pencurian secara logika)
Appeal to Flattery: “Orang pintar seperti Anda pasti paham bahwa produk ini yang terbaik…”
Appeal to Popularity (Bandwagon): “Semua orang sudah pakai, masa Anda tidak?”
Contoh kombinasi mematikan:
Iklan politik: “Lawan saya akan menghancurkan ekonomi (fear), menghilangkan lapangan kerja Anda (fear), dan membiarkan kriminal berkeliaran (fear). Sedangkan mayoritas rakyat mendukung saya (bandwagon). Bergabunglah dengan orang-orang cerdas yang memilih perubahan (flattery)!”
FALLACY #6: Hasty Generalization
Pola: Ambil sample terlalu kecil, bikin kesimpulan luas.
Contoh:
“Gue pernah kenal 2 orang Batak, keduanya kasar. Berarti semua orang Batak kasar!”
- Sample: 2 orang
- Populasi: Jutaan orang
- Kesimpulan: Absurd
Versi lebih subtle:
“Teman gue pakai metode diet X, turun 10 kg! Pasti work untuk semua orang!”
- (Padahal metabolisme tiap orang beda)
FALLACY #7: Post Hoc Ergo Propter Hoc
Latin untuk: “After this, therefore because of this”
Pola: A terjadi, lalu B terjadi. Berarti A menyebabkan B!
Contoh absurd:
“Setiap kali gue pakai kaos kaki merah, timnas menang. Berarti kaos kaki gue bikin timnas menang!”
Contoh serius:
“Sejak vaksin COVID, banyak orang kena myocarditis. Berarti vaksin penyebabnya!”
- Masalah: Correlation ≠ Causation
- Reality: Perlu kontrol study untuk buktikan kausalitas
Ice cream and drowning paradox:
Di musim panas:
- Penjualan ice cream ↑
- Kasus tenggelam ↑
Kesimpulan salah: Ice cream menyebabkan orang tenggelam!
Reality: Ada variabel ketiga (cuaca panas) yang menyebabkan keduanya.
FALLACY #8: Begging the Question (Circular Reasoning)
Pola: Kesimpulan sudah diasumsikan dalam premis.
Contoh klasik:
“Tuhan ada karena Alkitab bilang begitu. Alkitab benar karena itu firman Tuhan.”
Struktur:
- A benar karena B
- B benar karena A
- Ini cuma jalan melingkar!
Contoh modern:
“Produk ini yang terbaik karena paling banyak dibeli. Paling banyak dibeli karena yang terbaik.”
FALLACY #9: Slippery Slope
Pola: “Kalau A terjadi, maka B, lalu C, lalu Z (yang mengerikan)!”
Contoh:
“Kalau kita legalisasi marijuana untuk medis, nanti semua orang pakai marijuana, lalu coba heroin, lalu jadi zombie, lalu negara hancur!”
Kenapa fallacy?
Karena tidak ada bukti satu langkah pasti menuju langkah berikutnya.
Kapan BUKAN fallacy:
Kalau setiap step punya bukti kausal: “Kalau tidak belajar, Anda tidak lulus ujian. Kalau tidak lulus, tidak dapat ijazah. Kalau tidak dapat ijazah, susah dapat kerja.”
- Ini masuk akal karena tiap step ada koneksi langsung
FALLACY #10: Red Herring – Distraksi
Pola: Saat kalah argumen, alihkan topik ke hal tidak relevan.
Contoh:
Diskusi: “Korupsi di kementerian X sangat serius dan harus ditindak.”
Red Herring: “Loh, kementerian lain juga korupsi kok! Kenapa cuma X yang disorot? Ini konspirasi politik!”
Yang terjadi: Topik bergeser dari “korupsi harus ditindak” jadi “ada konspirasi politik.”
Analogi:
Seperti pemburu lihat kelinci, mau tembak. Tiba-tiba ada orang lempar ikan merah (red herring) yang bau. Anjing pelacak kebingungan, kelinci kabur.
Bagian IV: Categorical Logic – Logika Aristoteles
Empat Bentuk Standard:
A Statement (Universal Affirmative): “All S are P”
- Semua kucing adalah mamalia
E Statement (Universal Negative): “No S are P”
- Tidak ada reptil yang mamalia
I Statement (Particular Affirmative): “Some S are P”
- Beberapa politisi jujur
O Statement (Particular Negative): “Some S are not P”
- Beberapa dokter bukan spesialis
Square of Opposition
Ini diagram hubungan antar statement. Mind-blowing tapi super berguna:
Contoh:
Kalau “All politicians are corrupt” benar:
- “No politicians are corrupt” pasti salah (contradictory)
- “Some politicians are corrupt” pasti benar (subaltern)
- “Some politicians are not corrupt” pasti salah (contradictory)
Aplikasi praktis:
Debat: “All immigrants are criminals!”
Anda cukup buktikan: “Some immigrants are NOT criminals” → statement awal langsung runtuh.
Syllogisms – Tiga Langkah ke Kesimpulan
Struktur:
- Major Premise (premis besar)
- Minor Premise (premis kecil)
- Conclusion (kesimpulan)
Contoh valid:
- Major: All humans are mortal
- Minor: Socrates is human
- Conclusion: Socrates is mortal
Contoh INVALID (tapi sering terjadi):
- Major: All cats have tails
- Minor: My pet has a tail
- Conclusion: My pet is a cat
Kenapa invalid? “Undistributed middle term” – tail tidak exclusive ke cat.
Rules of Syllogism (15 aturan, tapi ini 5 terpenting):
- Rule 1: Harus ada exactly 3 terms (tidak lebih, tidak kurang)
Contoh violation:
“All dogs bark. Some animals bark. Therefore some animals are dogs.”
-
- Invalid karena “bark” used differently
- Rule 2: Middle term harus distributed at least once
- Rule 3: Term yang distributed di conclusion harus distributed di premis
- Rule 4: Dari dua negative premis, tidak bisa kesimpulan
- Rule 5: Kalau satu premis negative, conclusion harus negative
Test yourself:
- Premis 1: Semua koruptor harus dipenjara
- Premis 2: Budi dipenjara
- Kesimpulan: Budi koruptor
Valid atau tidak?
.
.
.
INVALID! Fallacy: Affirming the Consequent
Budi bisa dipenjara karena alasan lain (maling, pembunuhan, dll).
Bagian V: Symbolic Logic – Level Advanced
Propositions Symbols:
p, q, r = proposisi individual
Operators:
- ∧ (and) – konjungsi
- ∨ (or) – disjungsi
- ¬ (not) – negasi
- → (if… then) – implikasi
- ↔ (if and only if) – biconditional
Truth Tables – Game Changer
Contoh: “If it rains (p), then the ground is wet (q)”
p → q
| p | q | p → q |
|---|---|---|
| T | T | T |
| T | F | F |
| F | T | T |
| F | F | T |
Yang sering bikin bingung:
Kenapa “False → True” hasilnya True?
Analogi:
“Kalau gue juara olimpiade, gue traktir makan.”
Faktanya: Gue tidak juara olimpiade (F), tapi gue traktir juga (T).
Apakah janji gue bohong? Tidak! Karena gue cuma janjiin kalau juara. Gue traktir meski tidak juara = masih true to my word.
De Morgan’s Laws – Hukum Paling Berguna
Law 1: ¬(p ∧ q) ≡ (¬p ∨ ¬q)
“Tidak benar bahwa (hujan DAN dingin)” = “Tidak hujan ATAU tidak dingin”
Law 2: ¬(p ∨ q) ≡ (¬p ∧ ¬q)
“Tidak benar bahwa (Senin ATAU Selasa)” = “Bukan Senin DAN bukan Selasa”
Aplikasi real:
Statement: “Untuk lulus, Anda harus hadir DAN mengerjakan tugas.”
Negasinya: “Tidak lulus berarti tidak hadir ATAU tidak mengerjakan tugas (atau keduanya).”
Modus Ponens & Modus Tollens – Dua Argumen Paling Valid
Modus Ponens (Affirming the Antecedent):
- If p, then q
- p
- Therefore, q
Contoh:
- Kalau hujan, jalanan basah.
- Sekarang hujan.
- Berarti jalanan basah. ✅
Modus Tollens (Denying the Consequent):
- If p, then q
- Not q
- Therefore, not p
Contoh:
- Kalau hujan, jalanan basah.
- Jalanan tidak basah.
- Berarti tidak hujan. ✅
Hati-hati dengan yang mirip tapi INVALID:
Affirming the Consequent (FALLACY):
- If p, then q
- q
- Therefore, p ❌
Contoh:
- Kalau hujan, jalanan basah.
- Jalanan basah.
- Berarti hujan.
-
- Invalid! Jalanan bisa basah karena ada yang nyiram.
Denying the Antecedent (FALLACY):
- If p, then q
- Not p
- Therefore, not q ❌
Contoh:
- Kalau hujan, jalanan basah.
- Tidak hujan.
- Berarti jalanan tidak basah.
-
- Invalid! Bisa ada yang nyiram.
Bagian VI: Inductive Logic – Statistik dan Probabilitas
Mill’s Methods – 5 Cara Cari Kausalitas
Method of Agreement:
Kalau X selalu hadir saat Y terjadi, mungkin X menyebabkan Y.
Contoh:
- 10 orang food poisoning.
- Semua makan ayam.
- Likely culprit: ayam.
Method of Difference:
- Kalau X hadir = Y terjadi,
- X tidak hadir = Y tidak terjadi,
- berarti X menyebabkan Y.
Contoh:
- Group A minum obat baru, sembuh.
- Group B tidak minum, tidak sembuh.
- Likely: obat works.
Method of Concomitant Variation:
Kalau X naik/turun, Y juga naik/turun, ada hubungan kausal.
Contoh: Semakin banyak rokok diisap per hari, semakin tinggi risiko kanker paru.
Sampling – Science of Surveying
Random Sample: Setiap member populasi punya kesempatan sama untuk dipilih.
Biased Sample: Hanya subset tertentu yang dipilih.
Contoh klasik bias:
1936 Presidential Poll:
- Literary Digest kirim 10 juta survey via telepon dan list mobil
- Prediksi: Landon menang
- Reality: Roosevelt menang landslide
Kenapa salah? Tahun 1936, cuma orang kaya yang punya telepon dan mobil. Sample tidak represent seluruh populasi.
Sample Size:
- Polling 10 orang: Margin of error besar
- Polling 1000 orang: Margin of error ~3%
- Polling 10,000 orang: Margin of error ~1%
Tapi…
10,000 biased sample < 100 random sample!
Kualitas > Kuantitas
Bagian VII: Language – Clarity Matters
Vagueness vs Ambiguity
Vague: Batas tidak jelas
- “Orang tua” – berapa tahun?
- “Kaya” – punya berapa?
Ambiguous: Bisa diartikan lebih dari satu cara
- “Bank” – tepi sungai atau lembaga keuangan?
- “Visiting relatives can be boring” – yang visit boring, atau visit mereka boring?
Loaded Language
Kata yang sama, konotasi beda:
- Neutral: Dia hemat
- Positive: Dia bijak mengelola uang
- Negative: Dia pelit
Contoh lain:
- Neutral: Politisi mengubah posisi
- Positive: Politisi evolve based on new info
- Negative: Politisi flip-flop
Euphemisms – Bungkus Jelek Jadi Bagus
Reality → Euphemism
- Mati → Passed away
- Dipecat → Let go / transitioned out
- Bohong → Alternative facts
- Miskin → Economically disadvantaged
- Perang → Conflict / kinetic military action
Bahaya: Melunakkan realitas brutal jadi kedengarannya innocent.
Bagian VIII: Definisi – Clarify or Die
Types of Definition:
1. Lexical (Dictionary): Apa arti kata ini di bahasa sehari-hari?
2. Stipulative: Saya define kata ini untuk keperluan spesifik.
-
- “Dalam paper ini, ‘youth’ adalah 15-24 tahun.”
3. Precising: Klarifikasi ambiguitas.
-
- “Kapan seseorang ‘dewasa’? Untuk voting: 17 tahun. Untuk alkohol: 21 tahun.”
4. Theoretical: Definisi berdasarkan teori.
-
- “Massa adalah resistance terhadap akselerasi.”
5. Persuasive: Definisi dengan agenda.
-
- “Freedom is when government doesn’t interfere with markets.” (libertarian spin)
- “Freedom is when basic needs are guaranteed by society.” (socialist spin)
Rules of Good Definition:
Rule 1: Tidak boleh circular
- ❌ “Democracy is democratic governance.”
Rule 2: Tidak terlalu luas atau sempit
- ❌ “Chair adalah tempat duduk” (terlalu luas – sofa juga tempat duduk)
- ✅ “Chair adalah furniture dengan backrest untuk satu orang duduk”
Rule 3: Hindari bahasa obscure atau figurative
- ❌ “Love adalah ketika kupu-kupu terbang di perut Anda”
Rule 4: Tidak boleh negative kalau bisa positive
- ❌ “Bachelor adalah pria yang bukan menikah”
- ✅ “Bachelor adalah pria dewasa yang belum pernah menikah”
Kesimpulan: Logic dalam Kehidupan Nyata
Kenapa Belajar Logic?
Bukan untuk:
- Menang argumen di Twitter
- Jadi annoying person yang bilang “That’s a fallacy!” tiap diskusi
Tapi untuk:
- Deteksi manipulation – politisi, marketers, scammers
- Better decisions – karir, investasi, kesehatan
- Clear thinking – untangle konflik internal
- Productive debates – fokus substansi, bukan emosi
Warning dari Copi:
Logic tidak membuat Anda selalu benar.
Logic hanya guarantee:
- Kalau premis benar, dan reasoning valid, maka kesimpulan benar.
Masalahnya:
- Premis bisa salah (butuh domain knowledge)
- Realitas lebih complex dari syllogisms
Tapi…
Logic memastikan Anda tidak salah dengan cara yang bodoh.
The Logic Checklist – Tempel di Otak:
Setiap kali dapat argumen (atau bikin argumen):
- ✅ Apa premisnya? Apakah premis itu benar?
- ✅ Apa kesimpulannya? Apakah follow dari premis?
- ✅ Ada fallacy? Cek 10 fallacy di atas
- ✅ Bahasa clear? Atau ada ambiguity/loaded language?
- ✅ Evidence cukup? Atau hasty generalization?
- ✅ Ada alternatif explanation? Atau false dilemma?
Quotes untuk Diingat:
“Logic is the anatomy of thought.” – John Locke
“The heart has its reasons which reason knows nothing of.” – Pascal (Translation: Kadang emosi override logic – dan itu human. Tapi at least tahu mana yang mana.)
“It is better to debate a question without settling it than to settle a question without debating it.” – Joseph Joubert
Introduction to Logic dalam Satu Kalimat:
“Berpikir tanpa logic seperti jalan tanpa peta – Anda mungkin sampai tujuan by luck, tapi kemungkinan besar Anda nyasar.”
Atau versi lebih blunt:
“Logic tidak membuat Anda pintar. Logic cuma memastikan Anda tidak bodoh dengan cara yang preventable.” 🧠⚖️
Bonus: The Ultimate Logical Paradoxes (Untuk Bikin Otak Anda Hang)
1. The Liar Paradox: “Kalimat ini bohong.”
- Kalau benar → berarti bohong
- Kalau bohong → berarti benar
- System error.
2. The Barber Paradox: Di desa, tukang cukur mencukur semua orang yang tidak mencukur dirinya sendiri. Pertanyaan: Apakah tukang cukur mencukur dirinya sendiri?
- Kalau ya → berarti dia tidak boleh (rule: cuma cukur yang tidak cukur sendiri)
- Kalau tidak → berarti dia harus (rule: cukur semua yang tidak cukur sendiri)
3. Sorites Paradox (Heap Paradox): 1 butir pasir bukan tumpukan. Tambah 1 butir → masih bukan tumpukan. Terus tambah… kapan jadi “tumpukan”?
Welcome to the limits of classical logic. 🤯
Stay logical, my friends. 🖖
